welcome to my blog

Monday, May 14, 2012

Perdagangan Manusia Indonesia Lewat Prostitusi Terbesar ke-2 Dunia


      imgJakarta, Pasti banyak yang mengira perdagangan manusia (human trafficking) tidaklah banyak terjadi di Indonesia. Jangan salah! Di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, kejahatan ini terjadi pada tetangga, saudara, bahkan anak-anak.

Perdagangan manusia yang dimaksud disini adalah prostitusi yang melibatkan kekerasan maupun eksploitasi seksual terhadap anak-anak.

Ternyata menurut PBB, Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 yang aktif melakukan kejahatan ini karena secara global, Indonesia dikenal sebagai Sending, Transit sekaligus Producing Area untuk perdagangan manusia. Ironisnya lagi, sebagian besar kasus perdagangan manusia di Indonesia diakibatkan  himpitan masalah ekonomi.

"Saya seringkali dihadapkan pada pekerja seks komersial (PSK) berusia 12-16 tahun, bahkan di usia segitu sudah ada yang sudah positif mengidap HIV dan menjadi mucikari bagi teman-temannya," ungkap psikolog Riza Wahyuni, S.Psi., M.Si, Psi., dalam acara Seminar dan Berbagi Pengalaman Dampak Perdagangan Manusia Ditinjau dari Aspek Medis, Psikologis dan Sosial bertemakan "Save Our Children from Violence" di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, seperti ditulis Senin (14/5/2012).

Menurut Riza, banyak diantara korban perdagangan manusia, terutama PSK, tidak tahu-menahu jika mereka adalah korban. Hanya karena iming-iming sejumlah uang, mereka bersedia diminta menemani para lelaki hidung belang dan akhirnya mengidap sejumlah penyakit infeksi menular seksual seperti sifilis dan HIV AIDS.

"Namun yang lebih penting adalah mengatasi kondisi korban pasca kekerasan dan eksploitasi seksual yaitu SUPPORT FOR SURVIVAL atau dukungan kepada korban agar tidak menyerah dan terus bertahan hidup. Hal ini karena biasanya setelah mengetahui kondisinya, para korban mengalami depresi, suka menyakiti diri sendiri dengan tidak makan, tidak tidur hingga bunuh diri," ujar Riza.

"Tak melulu soal korban, Kkta juga harus fokus pada keluarga yang mendapatkan dampak langsung dari kondisi korban seperti dikucilkan oleh masyarakat," kata salah satu fasilitator IOM-PBB untuk kekerasan perempuan dan anak di Indonesia ini.

"Apalagi masyarakat Indonesia paling mudah dipengaruhi oleh labelling (pelabelan atau pencitraan) yang sebenarnya dikategorikan sebagai korban," lanjutnya.

Setelah 9 tahun malang-melintang dalam penanganan korban kekerasan pada perempuan dan anak, Riza pun menekankan bahwa masalah utama penanganan kasus seperti ini adalah korban cenderung tertutup. Kadangkala saat difasilitasi, korban cenderung berbohong atau memanipulasi laporan kepada konselor.

Belum lagi alasan jaga image dan prestise, karena tanpa diduga, kasus kekerasan dan eksploitasi seksual juga banyak terjadi di kalangan ekonomi atas dan sekolah favorit sehingga cenderung ditutupi rapat-rapat.

Untuk menghindari penyimpangan perilaku seksual maupun kekerasan dan eksploitasi seksual, semua orang diminta aktif untuk mensosialisasikan ke sekolah, kampus maupun tempat-tempat nongkrong tentang pentingnya menjaga pergaulan dan menghindari seks bebas atau perilaku menyimpang lainnya.

Akan lebih baik lagi jika aksi sosialisasi tersebut bertujuan untuk menumbuhkan empati dan menghilangkan stigma negatif terhadap korban kekerasan dan eksploitasi seksual.

"Saya bersama sejumlah teman-teman psikolog lainnya juga tengah mengupayakan sosialisasi melalui media yang dekat dengan generasi muda seperti komik atau poster," tandas Riza.

Namun jika menemukan atau mengetahui secara langsung adanya perdagangan manusia dan eksploitasi seksual di sekitar kita, kita diminta untuk langsung melaporkannya ke pihak berwajib.

"Hal ini sudah dipaparkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun rumitnya kasus di lapangan membuat implementasi hukum ini menjadi lemah seperti aparat penegak hukum yang ikut terlibat dalam bisnis prostitusi ini," papar psikolog yang aktif di Surabaya dan Jakarta tersebut

No comments:

Post a Comment